Mengenyam
pendidikan yang tinggi merupakan impian banyak orang, tak terkecuali wanita.
Meskipun sudah banyak masyarakat yang terbuka pikirannya tentang pendidikan,
tetap saja ada yang masih beranggapan bahwa wanita tidak perlu bersekolah
tinggi, toh ujung-ujungnya mengurus rumah tangga. Anggapan itu seakan sudah
menjadi paradigma di masyarakat awam.
Memang
pada jaman dulu wanita dilarang untuk sekolah, namun saat ini wanita pun memiliki
hak yang sama untuk memperoleh pendidikan. Semua itu salah satu berkat
perjuangan pahlawan R.A Kartini yang sangat kritis terhadap pendidikan pada
wanita. Meskipun beliau sudah tiada, namun hasil dari perjuangannya dapat kita
rasakan sebagai kaum wanita yang saat ini dapat mengenyam pendidikan tinggi
dengan mencapai gelar sarjana dan mewujudkan cita-cita dalam segala bidang,
baik itu bidang kesehatan, kesenian, pendidikan, pariwisata bahkan dibidang keamanan
negara dan politik.
Salah
satu cara untuk mencapainya yaitu melalui proses pendidikan. Menghabiskan waktu
tahunan hanya untuk belajar demi menyandang gelar sarjana, suatu saat akan
menjadi kepuasaan tersendiri bagi yang menjalaninya. Akan timbul sikap dan
sifat kita dengan sendirinya saat melewati pengalaman tersebut, dari mulai
bekerja keras, pantang menyerah, mengenal banyak karakter orang dengan bersosialisasi.
Jika
seseorang khususnya wanita berpendidikan tinggi, maka akan ada peluang yang
lebih besar untuk mendapatkan pekerjaan yang layak. Orangtua pun tentu akan
merasa bangga pada kerja keras anaknya demi membahagiakan mereka, meski ukuran bahagia
memang tidak selalu tentang materi, tapi saat kita dapat meraih apa yang kita
inginkan seakan menjadi pembuktian diri bahwa wanita juga bisa berada dan
diterima diberbagai bidang pekerjaan yang menjadi impiannya. Namun tetap tidak
mengesampingkan kodratnya sebagai calon ibu pembangun generasi.
Anak-anak
yang cerdas lahir dari rahim ibu yang cerdas pula. Mengapa demikian? Karena wanita
merupakan calon ibu, yang nantinya akan menjadi sekolah pertama yang terbaik bagi
anaknya, dimana pelajaran awal akan ditanamkan. Perlu wanita ketahui bahwa
kecerdasan anak 80% berasal dari ibunya. Maka dari itu, wanita harus memiliki attitude
yang baik, wawasan yang luas, kreatif dan inovatif. Semua itu bisa didapatkan
lewat pendidikan setinggi mungkin.
Mengurus seorang anak membutuhkan tenaga ekstra,
tidak hanya menguras tenaga, tetapi juga
pikiran. Walaupun tidak ada sekolah yang secara langsung mengajarkan bagaimana
caranya menjadi seorang ibu dan istri yang baik. Tapi lewat pendidikanlah
pikiran wanita akan lebih terbuka dan terasah lebih kreatif dalam mendidik anak.
Perkembangan dan tumbuh kembang anak menjadi tanggung jawab lebih bagi seorang
ibu. Apalagi saat ini kita sudah memasuki zaman dimana teknologi sudah berperan
penting dan menimbulkan hedonisme bahkan liberalisme. Disini peran ibu sangat
dibutuhkan untuk mengkontrol aktifitas dan fasilitas anak sesuai umurnya. Sedangkan
peran suami setiap harinya akan disibukkan oleh pekerjaannya demi mencari
nafkah bagi keluarga, sehingga semua hal yang terjadi didalam rumah adalah sebagian
besar menjadi urusan seorang ibu.
#Memesonaitu
merupakan seorang wanita yang rela melepaskan karir dan memilih menyandang gelar
“sarjana ibu rumah tangga” demi suami dan calon anaknya. Kalau pun harus
bekerja, bekerjalah dirumah. Contohnya menjadi seorang entreupreneur, sehingga
kegiatan anakpun masih terkontrol dengan baik. Ketika seorang ibu yang terdidik
dan bisa mendidik anaknya menjadi cerdas, maka dia akan menyumbang pembangunan
generasi penerus bangsa lewat anak-anaknya yang cerdas.